bdlive.co.za – Warga Tangsel Protes Jalur SPMB Jarak Rumah Tak Diprioritaskan. Saat proses penerimaan siswa baru tengah berlangsung, warga Tangerang Selatan (Tangsel) justru di sibukkan dengan isu yang membuat mereka kurang nyaman. Mereka ramai-ramai mempertanyakan jalur domisili dalam Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) yang di anggap tidak memprioritaskan jarak rumah ke sekolah. Padahal, jarak tempat tinggal ke sekolah adalah hal penting yang memengaruhi kenyamanan dan efisiensi harian anak-anak yang sekolah. Banyak keluarga merasa jalur ini seperti bikin rumit, apalagi bagi mereka yang berharap anak-anaknya bisa bersekolah di dekat rumah tanpa harus melewati perjalanan jauh yang melelahkan.
Kenapa Jarak Rumah Jadi Sorotan Warga Tangsel
Bayangkan kondisi anak yang harus menempuh perjalanan panjang setiap hari demi sampai ke sekolah, hanya karena sistem jalur domisili dalam SPMB gak mengutamakan jarak. Jarak ini bukan sekadar soal angka, tapi berdampak nyata pada kondisi fisik, semangat belajar, dan tentu saja waktu yang bisa mereka gunakan untuk hal lain yang lebih penting.
Warga Tangsel protes karena jarak yang jauh juga berdampak pada biaya yang harus di keluarkan oleh keluarga. Seperti ongkos transportasi yang semakin membengkak. Kalau sudah begitu, jalur domisili yang tidak mengedepankan jarak rumah bisa jadi beban tersendiri bagi banyak keluarga. Padahal, setiap orang tua pasti ingin memberikan yang terbaik untuk pendidikan anak-anaknya tanpa harus menghadapi kerepotan perjalanan yang melelahkan.
Suara Protes yang Menggema dari Warga
Tidak sedikit masyarakat yang angkat suara soal masalah ini. Berbagai forum di skusi, media sosial, hingga pertemuan komunitas warga jadi tempat warga mengeluarkan uneg-uneg terkait jalur domisili yang di nilai gak adil. Protes ini bukan hanya sekadar keluhan, tapi bentuk kepedulian warga terhadap pendidikan anak-anak mereka.
Mereka ingin pihak pengelola SPMB mendengar dan segera melakukan evaluasi ulang atas jalur domisili yang ada. Sebab, kalau di biarkan begitu saja. Sistem ini bukan hanya bikin ribet orang tua dan siswa, tapi juga berpotensi menciptakan ketidakadilan dalam proses seleksi sekolah.
Dampak Jarak Rumah yang Tak Diperhitungkan
Bila jalur domisili tetap mengabaikan jarak rumah ke sekolah, dampaknya bisa panjang. Selain soal kelelahan yang di alami anak-anak, perjalanan jauh setiap hari bisa membuat mereka kehilangan waktu berharga yang bisa di gunakan untuk belajar, beristirahat, atau beraktivitas lain yang bermanfaat.
Lebih dari itu, perjalanan jauh juga rentan menimbulkan risiko kesehatan, apalagi buat anak-anak yang masih dalam masa tumbuh kembang. Setiap pagi harus berangkat pagi-pagi dan pulang larut malam, tentu bukan hal mudah buat mereka.
Harapan Besar dari Warga Tangsel
Melihat realita yang terjadi, warga Tangsel tentu berharap ada perubahan signifikan dari jalur domisili SPMB. Mereka ingin sistem ini bisa lebih manusiawi dengan memasukkan jarak rumah sebagai faktor penting yang benar-benar di perhitungkan.
Dengan cara ini, peluang anak-anak yang tinggal dekat dengan sekolah yang di incar jadi lebih besar. Tentunya ini sangat membantu supaya proses penerimaan siswa baru berjalan lebih adil dan sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat.
Jangan Sampai Pendidikan Jadi Beban
Intinya, jalur domisili yang abai jarak rumah ke sekolah bisa bikin pendidikan terasa berat dan jadi beban tambahan. Padahal, sekolah harusnya jadi tempat yang mendukung tumbuh kembang anak secara optimal, bukan bikin mereka stres sebelum belajar.
Maka dari itu, masyarakat berharap pihak terkait mendengarkan aspirasi warga dan melakukan perubahan yang tepat. Jalur domisili seharusnya membantu anak-anak sekolah dengan kondisi yang paling realistis dan manusiawi, bukan malah bikin proses penerimaan semakin ribet dan gak jelas.
Kesimpulan
Permasalahan jalur domisili SPMB di Tangsel yang tidak memprioritaskan jarak rumah ke sekolah ini jelas menggambarkan betapa pentingnya mendengar suara masyarakat. Sistem penerimaan siswa baru harus mampu menyesuaikan di ri dengan kebutuhan dan kenyataan yang di hadapi oleh anak dan orang tua. Kalau jalur domisili di revisi dengan mempertimbangkan jarak sebagai prioritas. Tentu akan banyak anak yang bisa merasakan kemudahan dalam menempuh pendidikan. Orang tua pun tidak lagi terbebani oleh perjalanan jauh dan biaya tambahan yang tak perlu.