Kerja Keras Tak Cukup: Ramin, Porter Terpinggirkan BPJS

Kerja Keras Tak Cukup: Ramin, Porter Terpinggirkan BPJS

bdlive.co.za – Kerja Keras Tak Cukup: Ramin, Porter Terpinggirkan BPJS. Di tengah hiruk-pikuk kota besar, suara roda troli yang bergesekan dengan lantai menjadi saksi bisu perjuangan Ramin, seorang porter di stasiun kereta api. Setiap hari, ia menghabiskan waktu dari pagi hingga larut malam mengangkat barang penumpang. Meski banting tulang, Ramin tetap kesulitan mencukupi kebutuhan dasar, termasuk membayar iuran BPJS Kesehatan. Kisah ini menjadi gambaran nyata bagi banyak pekerja informal yang terpinggirkan dalam sistem jaminan sosial.

Hidup Sebagai Porter: Peluh Tanpa Jaminan

Ramin bukanlah satu-satunya pekerja informal yang menghadapi situasi sulit. Profesi porter, yang sepenuhnya mengandalkan kekuatan fisik, sering kali tak di anggap sebagai pekerjaan formal oleh sebagian besar masyarakat. Dengan penghasilan yang tak menentu, Ramin hanya mampu memenuhi kebutuhan harian keluarganya.

β€œSetiap kali ada yang butuh bantuan angkat barang, saya baru bisa mendapatkan uang. Kalau sedang sepi, ya pendapatan pun ikut berkurang,” ujar Ramin sambil menyeka peluh di dahinya.

Beban hidup semakin berat karena biaya kesehatan yang mahal. Ramin mengaku pernah mengalami sakit keras, tetapi ia memilih bertahan tanpa berobat karena tidak memiliki jaminan kesehatan. Sementara itu, mendaftar sebagai peserta mandiri BPJS Kesehatan terasa mustahil bagi penghasilannya yang tidak menentu.

Kenapa BPJS Terasa Jauh bagi Ramin?

Beban Finansial yang Mencekik

Iuran BPJS Kesehatan untuk peserta mandiri memang relatif terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan tetap. Namun, bagi pekerja informal seperti Ramin, pengeluaran bulanan yang stabil adalah tantangan tersendiri. Sebagian besar penghasilannya di gunakan untuk makan sehari-hari, sehingga menyisihkan uang untuk iuran terasa berat.

Menurut data Kementerian Kesehatan, masih banyak masyarakat Indonesia yang belum terdaftar dalam program BPJS, terutama di sektor informal. Hal ini menunjukkan perlunya perhatian khusus untuk memastikan akses kesehatan yang merata.

Minimnya Dukungan Sosial

Selain beban finansial, minimnya dukungan sosial juga memperparah kondisi ini. Tidak semua pekerja informal mendapatkan informasi yang cukup tentang hak mereka untuk mendapatkan subsidi pemerintah. Ramin, misalnya, tidak pernah tahu bahwa ada program bantuan bagi keluarga tidak mampu untuk mendapatkan BPJS secara gratis.

Baca Juga  Macet Horor 24 Jam di Puncak: Wisatawan Terjebak Belasan Jam, Polisi Kerahkan 300 Personil

β€œKalau saya tahu ada bantuan, mungkin saya sudah coba daftar. Tapi, siapa yang mau bantu saya mengurus?” tanyanya dengan lirih. Pernyataan ini menggambarkan bagaimana pekerja seperti Ramin sering kali terjebak dalam lingkaran ketidaktahuan.

Dampak Tidak Memiliki BPJS Kesehatan

Tanpa BPJS, Ramin terpaksa mengandalkan pengobatan alternatif atau sekadar menunggu sembuh dengan sendirinya ketika sakit. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat menyebabkan komplikasi kesehatan yang lebih serius. Di sisi lain, ketidakmampuan membayar biaya rumah sakit membuat Ramin merasa terpinggirkan dari layanan kesehatan yang layak.

Sebagian besar masyarakat seperti Ramin berharap adanya perbaikan sistem yang lebih inklusif, sehingga semua warga, tanpa terkecuali, dapat mengakses jaminan kesehatan tanpa merasa terbebani.

Apa yang Harus Dilakukan?

Peran Pemerintah dalam Memberikan Solusi

Untuk mengatasi masalah ini, peran pemerintah sangat di perlukan.

  • Meningkatkan Sosialisasi Program Subsidi BPJS: Informasi harus lebih mudah di akses, terutama oleh masyarakat di sektor informal.
  • Membuat Mekanisme Pembayaran Fleksibel: Sistem iuran harian atau mingguan bisa menjadi solusi bagi pekerja dengan pendapatan tidak tetap.
  • Memberikan Bantuan Langsung: Identifikasi dan verifikasi pekerja informal seperti porter perlu di lakukan agar mereka dapat memperoleh subsidi secara langsung.

Dukungan Masyarakat dan Komunitas

Selain itu, komunitas lokal dapat membantu pekerja informal mengakses informasi dan program sosial. Dengan saling bahu-membahu, mereka dapat merangkul pekerja seperti Ramin agar tidak merasa sendirian dalam menghadapi tantangan hidup.

Kesimpulan

Kisah Ramin adalah potret nyata perjuangan pekerja informal yang tetap terpinggirkan dalam sistem jaminan kesehatan. Meski kerja keras telah menjadi bagian dari hidupnya, akses terhadap layanan kesehatan masih terasa seperti mimpi yang jauh dari jangkauan. Dengan langkah yang tepat dari pemerintah, masyarakat, dan komunitas, kondisi ini dapat di perbaiki. Harapannya, keadilan kesehatan tidak lagi menjadi hak istimewa, melainkan milik semua orang, termasuk mereka yang bekerja di sektor informal.

We would like to show you notifications for the latest news and updates.
Dismiss
Allow Notifications